Menggali Keindahan Budaya Bali melalui "Tarian Bumi" karya Oka Rusmini

 

              


Buku "Tarian Bumi" karya Oka Rusmini adalah sebuah novel yang menggambarkan kehidupan dan budaya Bali melalui sudut pandang tokoh-tokoh wanitanya. Buku ini mengangkat isu-isu feminisme dan memaparkan kehidupan perempuan Bali serta permasalahannya. Selain itu, buku ini juga mengangkat nilai-nilai budaya dan tradisi Bali. Buku ini memberikan pengalaman membaca yang menyenangkan dan mengangkat isu-isu yang relevan dalam masyarakat Bali. Bagi mereka yang tertarik dengan kebudayaan Bali dan isu-isu sosial, "Tarian Bumi" dapat menjadi pilihan yang menarik untuk dibaca.


Pengantar:


    Bali, pulau yang terkenal dengan keindahan alamnya, juga memiliki budaya yang kaya dan unik. Buku "Tarian Bumi" karya Oka Rusmini memberikan kita pandangan mendalam tentang kehidupan dan budaya Bali melalui sudut pandang tokoh-tokoh wanitanya. Dalam review ini, kita akan membahas bagaimana novel ini menggali keindahan budaya Bali dan memberikan perspektif yang berbeda tentang kehidupan perempuan di pulau ini.

  1. Penokohan yang Kuat: Salah satu hal yang membuat "Tarian Bumi" menonjol adalah penokohan yang kuat. Oka Rusmini berhasil menciptakan karakter-karakter wanita yang kompleks dan berani. Mereka menghadapi tantangan budaya dan sosial, dan melawan norma yang ada. Dengan penokohan yang kuat ini, pembaca dapat merasakan keberanian dan keteguhan hati tokoh-tokoh wanita dalam menjalani kehidupan mereka.

  2. Pemaparan Budaya Bali yang Mendalam: Melalui latar budaya Bali, Oka Rusmini menggali keindahan dan kompleksitas tradisi Bali. Buku ini memberikan kita pemahaman yang lebih dalam tentang adat istiadat, sistem kasta, dan kepercayaan yang ada di Bali. Penulis dengan cermat menggambarkan ritual, tarian, dan upacara adat, sehingga kami dapat merasakan kekuatan kebudayaan Bali yang khas.

  3. Isu-isu Sosial dan Feminisme: "Tarian Bumi" juga mengangkat isu-isu sosial yang relevan dalam masyarakat Bali. Oka Rusmini menyentuh topik-topik seperti pernikahan dini, pelecehan seksual, dan tekanan budaya terhadap perempuan. Melalui sudut pandang tokoh-tokoh wanitanya, novel ini memberikan perspektif baru tentang perjuangan dan keberanian perempuan dalam menghadapi masalah tersebut.

  4. Penceritaan yang Menyentuh Hati: Gaya penulisan Oka Rusmini sangat emosional dan menggugah hati. Ceritanya mengalir dengan lancar, dan pembaca akan merasa terhubung dengan perasaan dan emosi tokoh-tokoh wanita. Ketika membaca "Tarian Bumi", kita seolah-olah menjadi bagian dari kehidupan mereka, merasakan kegembiraan, kesedihan, dan keberanian mereka.

Sinopsis Singkat:

    Ia bernama Ida Ayu Sagra Pidada, perempuan yang dianggap telah memberontak adat, namun ia hanya ingin memiliki kuasa penuh atas hidup dan tubuhnya sendiri. Ia pun tak memiliki kuasa untuk mengatur rumah tangganya dan tak memiliki kebebasan atas keputusannya sendiri.

Novel ini memperlihatkan akan isu kelas sosial serta perempuan yang selalu jadi nomor dua dalam masyarakat.

Cerita tentang seorang anak perempuan bernama Telaga yang lahir dari seorang Ibu bernama Luh Sekar, perempuan sudra yang menikah dengan seorang Ida bagus (nama depan laki-laki dari kasta Brahmana, kasta tertinggi dari masyarakat bali). Sudra adalah kasta terendah dalam masyarakat bali.

    Telaga atau lengkapnya Ida Ayu (nama depan anak perempuan kasta brahmana) Telaga Pidada menyandang gelar bangsawan. Sejarah hidup Telaga sendiri penuh luka. Karena cintanya pada seorang laki-laki dari kasta sudra ia bersedia menanggalkan kebangsawannya. Pernikahan Telaga dan Wayan sejak semula tidak direstui oleh kedua belah pihak orang tua mereka. Ibu Telaga, yang kemudian berganti nama menjadi “Jero” (Jero adalah nama yang harus dipakai oleh seorang perempuan sudra yang menjadi anggota keluarga griya) Kenanga, dulunya seorang penari sudra yang sangat cantik. Kehidupan keluarganya yang miskin dan terhina membuat Kenanga sangat berambisi untuk menjadi kaya dan terhormat. Satu-satunya jalan untuk mewujudkan keinginan itu adalah dengan menerima pinangan dari lelaki bangsawan yang tidak dicintainya. Bagi Kenanga, cinta tak penting, yang utama adalah kekayaan. Laki-laki bangsawan yang dinikahi Kenanga kemudian ditemukan meninggal dalam dekapan pelacur. Ibu mertua Kenanga adalah wanita yang sangat keras. Sejak awal ia tidak menyukai anak laki-laki kesayangannya menikahi perempuan sudraIa menerapkan aturan yang sangat kaku. Bagi nenek Telaga, wibawa harus terus dijaga agar orang di luar griya mau menghargainya. Dalam rumah besar dan mewah itu hanya teriakan nenek dan kata-kata kasar ayah yang sering keluar. Ibu Telaga jarang berbicara. Dan kakek hanya bisa diam. Setelah kematian ayah Telaga disusul kemudian nenek, Ibu mulai mengatur kehidupan Telaga. Kenanga tidak membiarkan Telaga berpikir untuk hidupnya sendiri. Keinginan-keinginan Kenanga adalah harga mati yang tak seorang pun bisa membelokkannya, pun demikian jodoh untuk Telaga, putri satu-satunya. Sementara itu, Ibu Wayan, sangat keberatan niat putranya menyunting Telaga. Tak pantas laki-laki sudra meminang perempuan brahmana. Jika itu terjadi maka dikhawatirkan malapetaka akan menimpa keluarga mereka. Namun pernikahan tidak dapat dibatalkan karena Telaga telah mengandung calon benih Wayan. Telaga dan Wayan menikah untuk kemudian mereka tinggal bersama Ibu Wayan. Namun pernikahan itu tidak berlangsung lama. Wayan ditemukan meninggal di studio lukisnya.Dari hasil pemeriksaan dokter diketahui bahwa Wayan mengidap penyakit jantung bawaan sejak kecil.Kematian putra satu-satunya mendorong Ibu Wayan meminta Telaga untuk melakukan upacara Patiwangi. Ibu Wayan meyakini sebelum Telaga melakukan upacara itu, selamanya ia akan menjadi pembawa malapetaka.Upacara patiwangi adalah semacam upacara pamitan kepada leluhur di griya (tempat tinggal kasta Brahmana), karena ia tidak lagi menjadi bagian dari keluarga griya.Bukan sebuah upacara yang mudah. Karena upacara ini akan menurunkan harga diri keluarga griya dan menjatuhkan nama baik mereka.Dengan upara pamit ini akan menimbulkan masalah, karena Telaga akan dijadikan contoh dan dapat menyebabkan banyak Ida Ayu yang kawin dengan laki-laki sudra. Dan ini adalah aib bagi leluhur griya.

Kesimpulan

    Di tengah-tengah megahnya Bali, terselip berbagai bentuk ketidakadilan yang dialami perempuan Bali seperti masalah kasta. Perem-puan berkasta Brahmana (seperti tokoh Telaga di novel ini) tidak boleh bersuami dari kasta lebih rendah, harus berbicara dengan bahasa berbeda dan memandang semua segi kehidupan dari perspektif lebih tinggi. Konflik dimulai ketika Telaga jatuh cinta pada pria sudra. Telaga terjepit di antara cinta dan adat yang mesti dijunjung tinggi. Memilih salah satunya sama saja dengan mengorbankan separuh hidupnya. Dengan setting budaya Bali yang kental, novel ini menunjukkan posisi sebenarnya perempuan Bali di dalam masyarakatnya.

    Kisah yang menarik. Pembaca diajak mengenal dan mengetahui lebih dalam kehidupan para perempuan Bali. Di tengah dunia yang bergerak maju, masih ditemui bentuk ketidakadilan yang menimpa kaum perempuan. Keterikatan pada adat dan budaya membuat mereka memasrahkan diri sekaligus mencoba memberontak.

Komentar